Perencanaan strategik (Strategic planning) adalah bagian dari manajemen strategik.
Gambar oleh StartupStockPhotos dari Pixabay |
Dalam perencanaan strategik, sebuah organisasi atau perusahaan melakukan proses pembelian opsi-opsi dan yang lebih penting penentuan strategi serta membuat keputusan mengenai pengalokasian sumber daya guna menjalankan strategi tersebut. Perencanaan strategik memaksa perusahaan untuk memandang masa depan dan berusaha membentuk masa depannya secara proaktif. Ini lah salah satu langkah krusial yang sering ditekankan konsultan kepada para kliennya: ketajaman dalam memprediksi masa depan. Prediksi terhadap masa depan ini harus didukung oleh data yang memadai dan analisis yang tajam, bukan hanya didasarkan pada feeling semata. Mengandalkan feeling sebenarnya bak "memutar video rekaman masa lalu", padahal masa depan berbeda dengan masa lalu. Kesalahan dalam "membaca" situasi dan memprediksi masa depan dapat berakibat fatal, karena kita dapat terjebak berjalan menuju arah yang salah. Berkaitan dengan "arah yang benar ini", seringkali konsultan menyarankan misi perusahaan sudah benar. Seperti kita ketahui, perencanaan strategik merupakan penjabaran dari strategi, sementara strategi sendiri merupakan "pilihan jalan" untuk mencapai tujuan yang diturunkan dari visi dan misi organisasi.
Perencanaan strategik membantu memberikan kesadaran tentang arah yang dituju perusahaan, menjaga kesinambungannya, serta memudahkan pendelegasian dan proses terjadinya kepemimpinan yang efektif. Prencanaan strategik akan mengikat setiap anggota organisasi ke dalam sistem dan menjadi strandar akuntabilitas bagi karyawan dalam melaksanakan program, serta alokasi sumber daya.
Dalam perencanaan strategik, sebuah organisasi atau perusahaan melakukan proses pembelian opsi-opsi dan yang lebih penting penentuan strategi serta membuat keputusan mengenai pengalokasian sumber daya guna menjalankan strategi tersebut.
Di Jphnson & Johnson, manajemen eksekutif perusahaan telah menetapkan pondasi arah strategik agar perusahaan tidak keluar jalur yaitu sebagai produsen produk-produk kesehatan bagi pengguna akhir, obat-obatan, dan alat-alat medis. Perencanaan strategik senantiasa didasarkan pada prinsip-prinsip etis yang terdapat dalam kredo perusahaan. Prinsip-prinsip ini berperan sebagai nilai-nilai yang mempersatukan karyawan perusahaan di seluruh dunia, sekaligus sebagai pengingat tanggung jawab perusahaan terhadap para pemangku kepentingannya (stakeholder).
Perencanaan strategik memiliki tiga tahapan utama. Fase pertamanya adalah menyelaraskan kepentingan organisasi dengan kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu setiap pihak yang berkontribusi serta terkena dampak dari berbagai aktivitas yang dilakukan organisasi. Masing-masing organisasi memiliki pemangku kepentingan yang berbeda-beda, bergantung pada jenis dan karakteristik aktivitas yang dijalankannya. Oleh sebab itu, sebuah organisasi harus mengidentifikasi dengan tepat siapa saja yang menjadi pemangku kepentingannya serta melakukan analisis mengenai sehauh mana peran para pemangku kepentingan tersebut dalam membangun kelancaran aktivitas dan kemajuan organisasi. Berdasarkan hasil dari identifikasi dan analisis tersebut, akhirnya dilakukanlah penyelarasan atas segala aktivitas yang dilakukan dan keputusan yang diambil organisasi dengan ekspektasi para pemangku kepentingan. Pemangku kepentingan sebuah perusahaan dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu pemangku kepentingan primer (primary stakeholders) dan pemangku kepentingan sekunder (secondary stakeholders). Pemangku kepeningan primer adalah pihak-pihak yang tanpa partisipasi aktif mereka perusahaan tidak mungkin bisa beroperasi. Contohnya mencakup pelanggan yang menjadi sumber pendapatan perusahaan, karyawan yang mendedikasikan kompetensinya, pemegang saham dan kreditor sebagai penyedia dana, dan pemasok sebagai penyedia bahan mentah. Sementara pemangku kepentingan sekunder adalah pihak-pihak yang berpengaruh terhadap atau dipengaruhi oleh perusahaan namun mereka tidak terlibat dalam aktivitas perusahaan. Meski demikian, kehadiran para pemangku kepentingan sekunder ini terbukti dapat menentukan nasib dan pengambilan keputusan perusahaan, mengingat kemampuan mereka dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi para pemangku kepentingan primer terutama dalam era komunikasi elektronik seperti saat ini, di mana keterbukaan semakin menjadi keharusan dan informasi mudah diakses dan melimpah ruah kuantitasnya berkat kemajuan teknoklogi informasi dan komunikasi (TIK). Termasuk ke dalam golongan pemangku kepentingan sekunder adalah pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), komunitas sekitar, dan media massa. Pemerintah, sebagai pihak yang diberi amanat untuk melindungi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat, memiliki wewenang dan membuat peraturan yang akan berpengaruh pada aktivitas pemasaran, operasional, dan sumber daya manusia (SDM) perusahaan. LSM dikenal rajin melontarkan kritik terhadap aneka langkah yang ditempuh perusahaan, terutama yang berkaitan dengan lingkungan hidup dan kesejahteraaan masyarakat lokal. Aspirasi komunitas lokal tentu tidak boleh diabaikan. Sebagai contoh, niat sebuah perusahaan untuk mendirikan pabrik di sebuah lokasi, bisa terganjal oleh munculnya protes dari komunitas lokal yang menganggap pabrik yang didirikan akan menimbulkan polusi udara dan tanah. Di sisi alin, media massa berperan besar dalam menginformasikan serta mempengaruhi para pemangku kepentingan primer, terutama pelanggan. Media massa juga kerap mampu membentuk persepsi publik.
Fase kedua adalah memformulasikan atau merumuskan apa strategi organisasi, yang dimulai dengan penyusunan visi dan misi. Selanjutnya akan ditetapkan apa yang disebut dengan sasaran strategik (sasaran strategis), yaitu hasil spesifik yang ingin dituju untuk dapat mencapai misi yang telah dicanangkan. Agar strategic objectives yang ditetapkan realistis, menantang, terukur, konsisten, dan jelas, sebuah organisasi perlu memahami hal-hal yang menjadi kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya, peluang yang dapat dimanfaatkan, serta ancaman yang harus diwaspadai dari luar organisasi. DI samping itu, sebuah organisasi perlu mengevaluasi portofolio yang dimilikinya. Setelah sasaran strategis ditetapkan, barulah diformulasikan strategi, yaitu bagaimana sasaran strategis dapat dicapai. Guna mengukur keberhasilan strategi yang ditetapkan, harus dipilih pengukuran yang akurat sekaligus seimbang, terintegrasi, dan selaras. Harus pula ditetapkan Critical Success Factor (CSF), yaitu variabel-variabel yang harus dimiliki untuk menjamin strategi yang telah ditetapkan dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan.
Guna mengukur keberhasilan strategi yang ditetapkan, harus dipilih pengukuran yang akurat sekaligus seimbang, terintegrasi, dan selaras.
Fase ketiga adalah menyusun rencana bisnis. Dalam rencana bisnis ini, disusun strategi fungsional dari masing-masing bagian atau departemen dalam organisasi serta program-program dan aktivitas yang dilakukan untuk mencapainya. Dalam penyusunan strategi fungsional ini harus dipertimbangkan faktor manajemen resiko, di mana kejadian-kejadian yang memiliki dampak negatif terhadap sasaran dan strategi fungsional perusahaan diidentifikasi, diukur, dan dikendalikan. Sebagai bagian dari penyusunan strategi fungsional ini, harus ditetapkan pula target pencapaian guna memotivasi karyawan serta agar seluruh program dan aktivitas yang direncanakan bisa lebih terfokus. Sekali lagi, untuk mengukur pencapaian target perlu ditetapkan alat pengukuran yang akurat, seimbang, terintegrasi, dan selaras. Dan fase keempatnya adalah mengimplementasikan rencana yang telah disusun. Hasil pengimplementasian ini kemudian dievaluasi, apakah sudah ini sesuai dengan rencana yang sebelumnya disusun? Dalam rangka pengimplementasian strategi inilah kemudian disusun struktur organisasi yang sesuai. Setelah struktur terbentuk, langkah berikutnya adalah menyusun program budaya organisasi, yaitu nilai-nilai yang menjadi pegangan sumber daya manusia dalam menjalankan kewajibannya dan perilakunya di dalam organisasi. Nilai-nilai inilah yang berfungsi sebagai landasan untuk berperilaku. Kadangkala budaya yang ada sudah tidak mampu lagi membantu organisasi mengantisipasi dan beradaptasi terhadap dinamika lingkungan. Dalam hal ini diperlukan perubahan budaya. Guna melakukan perubahan budaya, diperlukan seperangkat proses untuk mengubah perilaku dan keyakinan para anggota organisasi yang dikaitkan dengan pencapaian hasil yang dikehendaki.
Juga tidak boleh kita lupakan adalah kepemimpinan, yaitu kemampuan seseorang untuk merealisasikan potensial yang dimiliki para bawahannya, dan mengarahkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang dimiliki para bawahannya guna mencapai visi dan misi yang ditetapkan. Sesungguhnya, kegagalan dalam pengimplementasian strategi sebagian disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan. Hal ini mengakibatkan pengalokasian sumber daya menjadi tidak efektif, pemantauan dan pengendalian tidak memadai, serta sanksi dan reward (pengimbalan) yang ditetapkan tidak mampu memberikan motivasi kepada para anggota organisasi. Oleh karenanya, seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif seputar bisnis yang dijalankan, orang-orang yang terlibat di dalamnya, serta lingkungannya yang mempengaruhinya, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Seorang oemimpin juga harus berpijak pada realitas, serta memiliki tujuan dan prioritas yang jelas.
Guna membangun komunikasi korporat internal yang efektif, menurut Orderix, organisasi perlu memberikan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawannya dalam proses pengambilan keputusan. Pada saat yang sama, pengembangan karyawan perlu diperkuat malalui perbaikan kualitas kerja. Struktur organisasi juga harus disesuaikan untuk menghilangkan proses yang bersifat birokratis dan hierarkis. Hal ini bertujuan meningkatkan komitmen serta memperkuat kemampuan dan kolaborasi sehingga tercipta budaya kerja yang lebih padu dan positif. Komunikiasi korporat internal yang efektif juga mensyaratkan semangat untuk berinovasi dan proses penyempurnaan yang tak kenal lelah. Kedua proses tersebut akan mempertinggi tingkat keterlibatan di antara sesama rekan kerja dan juga pengembangan komunikasi korporat pribadi. Faktor lain penunjang komunikasi korporat internal yang efektif adalah keselarasan. Keselarasan akan mendorong terciptanya empati serta dialog yang lebih sehat mengenai topik-topik yang menjadi kepentingan bersama.
Perencanaan strategis diimplementasikan dengan baik merupakan salah satu kunci untuk memastikan bagwa sebuah organisasi siap menghadapi tantangan akibat perubahan yang semakin cepat lajunya di masa depan. Perencanaan strategis dan implementasinya yang dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, didukung dengan budaya yang sesuai dan kepemimpinan yang efektif, melibatkan partisipasi yang luas bagi organisasi, serta dikomunikasikan secara tepat ke seluruh organisasi, akan memudahkan organisasi mencapai visi, misi, serta sasaran strategik yang telah ditetapkan.
Masalah budaya ini akan diulas dengan lebih rinci pada postingan selanjutnya.
Susanto, AB. 2014. Manajemen Strategik Komperhensif Untuk Mahasiswa dan Praktisi. Jakarta: Erlangga.
Juga tidak boleh kita lupakan adalah kepemimpinan, yaitu kemampuan seseorang untuk merealisasikan potensial yang dimiliki para bawahannya, dan mengarahkan keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang dimiliki para bawahannya guna mencapai visi dan misi yang ditetapkan. Sesungguhnya, kegagalan dalam pengimplementasian strategi sebagian disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan. Hal ini mengakibatkan pengalokasian sumber daya menjadi tidak efektif, pemantauan dan pengendalian tidak memadai, serta sanksi dan reward (pengimbalan) yang ditetapkan tidak mampu memberikan motivasi kepada para anggota organisasi. Oleh karenanya, seorang pemimpin harus memiliki pemahaman yang komprehensif seputar bisnis yang dijalankan, orang-orang yang terlibat di dalamnya, serta lingkungannya yang mempengaruhinya, baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal. Seorang oemimpin juga harus berpijak pada realitas, serta memiliki tujuan dan prioritas yang jelas.
Kegagalan dalam pengimplementasian strategi sebagian disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan. Hal ini mengakibatkan pengalokasian sumber daya menjadi tidak efektif, pemantauan dan pengendalian tidak memadai, serta sanksi dan reward (pengimbalan) yang ditetapkan tidak mampu memberikan motivasi kepada para anggota organisasi.Kegagalan mengimplementasikan strategi secara efektif juga sering terkait dengan masalah komunikasi. Ekspektasi dan opini yang ada seputar perencanaan strategik tidak dikomunikasikan secara terbuka, lengkap, dan efektif. Setiap tindakan yang dilakukan dalam rangka mencapai strategic objectives (sasaran strategik) harus tercakup dalam rencana komunikasi. Komunikasi sebaiknya dilakukan secara berulang-ulang. Efektivitas komunikasi sesungguhnya bukan ditentukan oleh pesan yang disampaikan, tapi diukur dari sejauh mana penerima memahami pesan yang disampaikan. Komunikasi lebih dari sekedar penyampaian melalui kata-kata atau gambar, namun juga harus dilakukan dengan cara memberi contoh atau teladan. Banyak pemimpin yang tidak mengikuti strategi yang mereka buat sendiri secara konsisten tanpa alasan yang jelas. Oleh karenanya, mau tidak mau, pembenahan komunikasi internal harus dilakukan. Tujuannya mencegah karyawan menerima informasi yang tidak tepat dari pihak luar sekaligus memantau manajemen dalam menganalisis pendapat-pendapat tentang isu kunci yang dikemukakan oleh internal perusahaan yang dapat mempengaruhi pendapat pihak eksternal. Komunikasi korporat internal yang efektif akan mempererat hubungan antar unit dalam perusahaan. Hal ini juga membantu meningkatkan kerja sama, pemberdayaan, dan kerja tim. Kinerja individu dan perusahaan akan meningkat. Demikian pula halnya kualitas pengambilan keputusan dan eksekusi strategik. Manfaat lainnya adalah bertumbuh kembangnya lingkungan kerja yang positif, yang membuat karyawan betah. Komunikasi korporat internal yang efektif juga membantu membangun kredibilitas, mengelola resiko karyawan yang tidak betah, dan dalam jangka panjang membantu meningkatkan reputasi perusahaan.
Guna membangun komunikasi korporat internal yang efektif, menurut Orderix, organisasi perlu memberikan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawannya dalam proses pengambilan keputusan. Pada saat yang sama, pengembangan karyawan perlu diperkuat malalui perbaikan kualitas kerja. Struktur organisasi juga harus disesuaikan untuk menghilangkan proses yang bersifat birokratis dan hierarkis. Hal ini bertujuan meningkatkan komitmen serta memperkuat kemampuan dan kolaborasi sehingga tercipta budaya kerja yang lebih padu dan positif. Komunikiasi korporat internal yang efektif juga mensyaratkan semangat untuk berinovasi dan proses penyempurnaan yang tak kenal lelah. Kedua proses tersebut akan mempertinggi tingkat keterlibatan di antara sesama rekan kerja dan juga pengembangan komunikasi korporat pribadi. Faktor lain penunjang komunikasi korporat internal yang efektif adalah keselarasan. Keselarasan akan mendorong terciptanya empati serta dialog yang lebih sehat mengenai topik-topik yang menjadi kepentingan bersama.
Guna membangun komunikasi korporat internal yang efektif, menurut Orderix, organisasi perlu memberikan tanggung jawab yang lebih luas kepada karyawannya dalam proses pengambilan keputusan.Yang juga tak kalah penting adalah partisipasi secara luas anggota organisasi. Masukan, umpan balik, dan pemahaman adalah hal yang sangat penting dalam setiap fase. Perencanaan strategik merupakan sebuah proses yang bersifat kooperatif dan partisipatif. Anggota organisasi harus diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan serta harus memiliki rasa memiliki (sense of ownership) terhadap rencana yang disusun.
Perencanaan strategis diimplementasikan dengan baik merupakan salah satu kunci untuk memastikan bagwa sebuah organisasi siap menghadapi tantangan akibat perubahan yang semakin cepat lajunya di masa depan. Perencanaan strategis dan implementasinya yang dilakukan melalui langkah-langkah yang sistematis, didukung dengan budaya yang sesuai dan kepemimpinan yang efektif, melibatkan partisipasi yang luas bagi organisasi, serta dikomunikasikan secara tepat ke seluruh organisasi, akan memudahkan organisasi mencapai visi, misi, serta sasaran strategik yang telah ditetapkan.
Masalah budaya ini akan diulas dengan lebih rinci pada postingan selanjutnya.
Susanto, AB. 2014. Manajemen Strategik Komperhensif Untuk Mahasiswa dan Praktisi. Jakarta: Erlangga.
KOMENTAR