"9 dari 10 pintu Rezeki itu berasal dari Perniagaan (Perdagangan)" -Nabi Muhammad SAW-
"9 dari 10 pintu Rezeki itu berasal dari Perniagaan (Perdagangan)" -Nabi Muhammad SAW-
Pada Notes from Qatar kali ini saya ingin mengajak kita semua untuk menjadi seorang pengusaha, atau bahasa kerennya entrepreneur! Lho, memang kenapa harus menjadi seorang entrepreneur? Apa menajdi orang gajian/karyawan itu buruk? Jawaban saya, keduanya bagus. Namun, rasanya menjadi seorang entrepreneur itu lebih asik!
Ayo Menjadi Salah Satu Entrepreneur Sukses Indonesia! - Sebelum saya berbicara mengenai entrepreneurship, ada baiknya kita mengenal dulu mengenai konsep rezeki. Setelah itu akan jelas mengapa dengan menjadi seorang entrepreneur itu akan lebih banyak membuka pintu rezeki. Perdagangan di sini bermakna wirausaha, berbisnis, berjualan, dan sebagainya.
Ada Tiga Tipe Rezeki
Rezeki yang Dijamin
Allah SWT telah menjamin rezeki bagi setiap makhluk ciptaan-Nya. Seluruh makhluk hidupnya, dari manusia hingga binatang terkecil yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang, semua sudah ada bagian rezekinya.
"Dan tidak ada satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya. Dia Maha Mengetahui tempat kediamannya (dunia) dan tempat penyimpanannya (akhirat). Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauful Mahfudz)." (QS. Huud [11]: 6)
Jadi di sini ibaratnya, masing-masing kita ini sudah punya rezeki yang dijatah oleh Allah. Jadi, tidak perlu risau dan khawatir takut nggak kebagian rezeki. Kalau kata Imam Ibnu Athaillah dalam kitabnya al-Hikam, "Jangan merisaukan apa yang sudah dijanjikan Allah kepada kita. Tetapi, risaukanlah jika kita lalai menjalankan kewajiban-kewajiban yang dibebankan kepada kita."
Rezeki yang Digantungkan
Ini adalah jenis rezeki yang kedua. Yaitu, rezeki yang digantungkan. Seperti yang sudah dibahas di atas bahwa Allah telah menjamin rezeki bagi seluruh makhluk ciptaan-Nya. Tapi, manusia juga wajib untuk MENJEMPUT jatah rezekinya tersebut. Menjemput berbeda dengan mencari. Karena menjemput sudah pasti ada, sedangkan mencari belum tentu ada.
Contoh mudahnya, Allah SWT., memberikan rezeki kepada singa setiap hari. Namun Dia tidak serta-merta melemparkan daging rusa ke kandang singa. Singa itu sendiri lah yang harus berusaha keluar kandang dan mencari mangsa untuk mengisi perutnya. Kalau singa saja berusaha, masa manusia tidak?
Manusia diberikan seperangkat potensi yang sangat dahsyat untuk mencari rezeki. Kita punya otak untuk berpikir, kaki untuk berjalan, dan tangan untuk berusaha. Semakin keras kita berusaha mendapatkan jatah rezeki, semakin maksimal kita akan berhasil mendapatkan semaunya. Kerja keras saja tidak cukup, harus ditambah dengan cerdas dan ikhlas. Kerja keras adalah tugas fisik kita, kerja cerdas adalah tugas akal kita, dan kerja ikhlas adalah tugas hati kita.
Rezeki yang Dijanjikan
Kalau rezeki model ini ada hubungannya dengan sedekah. Semakin banyak kita bersedekah maka akan semakin banyak rezeki yang mengalir ke kita, minimal 10 kali lipat. Al-Qur'an menegaskan, "Barangsiapa berbuat kebaikan mendapat sepuluh kali lupa amalnya..." (QS. Al-An'am [6]: 160)
Bahkan di surat lain, Al-Baqarah, Allah berjanji akan membalas sebanyak 700 kali lipat! Canggih! Coba disimak baik-baik: "Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah [2]: 261)
Robert Kiyosaki dalam bukunya "Rich Dad Poor Dad", menjelaskan bahwa ada 4 tipe orang dalam cash flow quadrant, yaitu Employee, Self-Employed, Business Owner, dan Investor. Kuadran 1 atau orang yang bekerja untuk uang diisi oleh Employee dan Self-Employed. Sedangkan Kuadran 2 atau uang yang bekerja untuk orang diisi oleh Business owner dan Investor.
Dari kedua kuadran tersebut, Kiyosaki mengatakan bahwa orang-orang yang berada di kuadran kedua lah yang bisa menjadi orang yang kaya. jadi, ya kalau bukan menjadi Business Owner berarti menjadi Investor, baru orang tersebut bisa menjadi kaya.
Tapi sebetulnya, 1400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad SAW telah mengajarkan dalam hadits di atas bahwa 9 dari 10 pintu rezeki berasal dari perdagangan. Dengan kata lain berarti yang menguasai 90% pintu rezeki itu adalah para pedagang atau pebisnis. Hal ini sejalan dengan fakta yang terjadi di dunia ini.
Dari daftar 100 list of World's Billionaires atau orang terkaya di dunia yang dikeluarkan oleh Forbes, lebih dari 90% adalah seorang business owner seperti Bill Gates (USA), Laksmi Mittal (India) dan Carlos Lim (Meksiko) atau seorang investor macam Warren Buffet (USA). Di Indonesia pun demikian, nama-nama yang selalu bertengger dalam daftar 100 orang terkaya di Indonesia adalah para pengusaha.
Menurut penelitian Dr. David McCelland dari Havard University dalam bukunya "The Achieving Society", suatu negara dapat mencapai kemakmuran dan kesejahteraan jika minimal 2% dari jumlah penduduknya menjadi pengusaha. Hal itu berarti, Indonesia membutuhkan paling tidak sekitar 5 juta dari 230 juta penduduknya untuk menjadi seorang pengusaha. Namun ternyata fakta yang ada seperti jauh api dari panggang.
Menurut data yang disampaikan, jumlah total pengusaha Indonesia saat ini adalah "hanya" sekitar 450.000 pengusaha atau 0,2% dari jumlah penduduk Indonesia. Sebagai perbandingan, Amerika memiliki pengusaha lebih dari 12%, Singapura 8%, Jepang dan China lebih dari 7%.
Dengan demikian, menurut teori Kiyosaki, ada sekitar 99,8% penduduk Indonesia berada di kuadran pertama (Employee dan Self-Employed) dan 0.2% penduduk Indonesia berada di kuadran kedua. Ini berarti, sebanyak 450.000 (0.2%) penduduk Indonesia itu menguasai lebih dari 90% pintu rezeki dan sebanyak 229,6 juta (99,8%) penduduk hanya mendapatkan "sisa" rezeki yang tinggal 10% saja. Sepertinya tidak adil ya, tapi seperti itulah kenyataannya.
Faktor lingkungan dan pendidikan memengaruhi seseorang untuk menjadi apa dia ke depannya. Salah satu dedengkot pengusaha Indonesia, Bapak Ir. Ciputra dalam suatu kesempatan pernah mengatakan bahwa akar dari kemiskinan Indonesia bukan semata karena minimnya akses pendidikan, melainkan karena sistem pendidikan di negara ini tidak mengajarkan dan menumbuhkan jiwa entrepreneur dengan baik.
Pendidikan tinggi Indonesia lebih banyak menciptakan sarana pencari kerja dibanding pencipta lapangan kerja. Sistem pendidikan Indonesia yang banyak mengandalkan sistem belajar pasif (guru menerangkan dan murid mendengarkan) memberikan dampak yang cukup signifikan untuk membuat masyarakat Indonesia menjadi tidak kreatif dan produktif, dan hanya terbiasa mengandalkan makan gaji.
Negara ini banyak mencetak begitu banyak sarjana yang andal dengan kemampuan akademisnya, namun tidak andal menjadikan mereka lulusan yang kreatif yang dapat menciptakan lapangan kerja. Akibatnya, pengangguran terdidik di Indonesia semakin besar setiap tahunnya. Too bad!
Saya pun, dan Anda mungkin juga pernah ditanya oleh teman saat masih kuliah, yang kurang lebih seperti ini, "nanti kalau lulus mau ngelamar kerja di mana?" saya sering menjawab, "Insya Allah mau buka usaha sendiri, mau berbisnis". Tapi respon yang didapat, "kan bisnis butuh modal?" kata saya, "iya bener, tapi modal tidak selalu uang kan? Bisa juga modal berbentuk ide dan gagasan. Bahkan, modal dengkul pun bisa!"
Jadi, dengan kondisi yang telah dijelaskan di atas saya mengajak kepada teman-teman semua para generasi muda untuk menjadi seorang entrepreneur! Mengapa harus generasi muda? Karena generasi muda yang bertanggung jawab untuk membawa kemajuan suatu bangsa. Maju atau mundurnya suatu bangsa di masa yang akan datang dapat dilihat dari kondisi kaum mudanya pada masa sekarang ini.
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa masa muda adalah masa hura-hura. Lebih tepatnya, "Muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk Surga". Siapa yang tidak ingin dengan kondisi seperti ini? Semua orang pasti menjawab, "Yes, I want!" Tapi sayangnya pepatah seperti ini menyesatkan.
Tidak akan ada cerita jika di awal (masa muda) kita berfoya-foya, maka di masa tua kita akan kaya raya dan selanjutnya mati masuk surga hehe. Kenapa? Karena input-nya saja sudah salah. Ibarat blender juice, kalau kita memasukkan jeruk ke dalam blender, maka yang keluar adalah jus jeruk dan bukan jus apple.
Seharusnya kalimat yang benar, foya-foya diganti dengan kata berkarya sehingga menjadi "muda berkarya, tua kaya raya, mati masuk Surga". Berkarya di sini bermakna luas, dan salah satu cara untuk bisa berkarya adalah dengan menjadi seorang entrepreneur. Menjadi seorang entrepreneur akan memberdayakan kemampuan potensi kita dan juga memberdayakan potensi orang lain.
Rasulullah SAW pernah bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama" (HR. Thabrani). Dengan kata lain, menjadi entrepreneur memberikan kesempatan yang lebih besar kepada kita untuk dapat berkontribusi kepada agama, bangsa, dan negara.
Akhirnya, saya membayangkan semakin banyak kaum muda Indonesia yang memiliki jiwa entrepreneurship, karena jiwa-jiwa seperti itulah yang menjadi pupuk untuk melahirkan lebih banyak lagi para pengusaha di Indonesia. Semakin banyak pengusaha, maka semakin besar juga kesempatan untuk bekerja karena banyaknya lapangan kerja yang tersedia. Dan pada akhirnya, semakin banyak kesempatan untuk bekerja, maka semakin tinggi pula harapan kesejahteraan bagi penduduk Indonesia.
Cadangan minyak di Qatar adalah yang terbesar ke-3 di dunia.
Assad, Muhammad. 2011. Notes From Qatar Limited Edition. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
KOMENTAR