"When writter in Chinese, the word crisis is compossed of two characters. One represents danger, and the other represents opportunity."
"When writter in Chinese, the word crisis is compossed of two characters. One represents danger, and the other represents opportunity."
Crisis = Danger + Opportunity - Kalimat di atas diucapkan oleh Presiden Amerika Serikat ke-35, John Fitzgerald Kennedy (JFK), saat menyampaikan pidato di negara bagian Indianapolis. Dalam bahasa China, kata crisis diwakili oleh kata wei ji, sementara kata danger diwakili oleh kata wei xian dan kata opportunity diwakili oleh kata ji hui.
Mungkin dari situ Presiden kennedy mengambil kesimpulan bahwa kata crisis atau "wei ji" adalah gabungan antara "wei" dan "ji". Dalam menanggapi masalah linguistik ini, ada yang pro dan tidak sedikit yang kontra. Terlepas dari itu semusa, kalimat ini sering digunakan oleh berbagai kalangan hingga kini.
Saya pribadi setuju dengan apa yang disampaikan JFK. Saat menghadapi suatu krisis, memang benar bahwa itu adalah suatu ancaman yang berbahaya, namun juga harus dilihat bahwa selalu ada opportunity atau kesempatan di balik itu semua.
Suatu krisis bisa menghasilkan peluang bagi orang-orang yang tetap optimis dan berpikir positif. Bukankah Allah SWT., juga menyuruh kita untuk selalu optimis? "Sesungguhnya Allah mencintai sikap optimis dan membenci sikap putus asa." (Al Hadits)
Saya ingin memberikan beberapa contoh nyata. Contoh pertama tentang bencana Tsunami yang menghancurkan Aceh pada tanggal 26 Desember 2004. Bencana ini bisa dibilang sebagai salah satu atau bahkan mungkin yang terdahsyat dalam sejarah bangsa Indonesia. Gempa dengan kekuatan 9,5 Skala Richter tersebut juga memicu serangkaian gelombang Tsunami di negara-negara sekitar seperti Thailand, Sri Lanka, India.
Indonesia menangis! Semua orang sedih dan terluka, termasuk diri saya, Keindahan tanah serambi Makkah tiba-tiba hancur dalam sekejap. Krisis terjadi! Puluhan ribu nyawa melayang, anak-anak kehilangan orangtuanya, rumah-rumah dan bangunan lainnya pun hancur, dan hanya masjid-masjid yang utuh tetap berdiri tegak dan tidak terkena ganasnya Tsunami, termasuk masjid terbesar di Aceh, Masjid Naggroe Aceh Darussalam.
Setelah Tsunami reda, rakyat Aceh kembali membangun daerahnya dan sejenak melupakan konflik yang terjadi. Tsunami terjadi di saat Aceh masih berstatus Darurat Sipil Tahap II, di mana sering terjadi konflik kekerasan antara pihak TNI/Polri dengan pihak GAM (Gerakan Aceh Merdeka) yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Konflik ini sudah lebih dari 30 tahun yang lalu, dari masa pemerintahan Soeharto hingga SBY. SOlusi penyelesaian pun selalu mengalami kebuntuan.
Muncul kesadaran dari semua pihak untuk kembali membangun Aceh. Karena sama saja, baik dari pihak sipil maupun GAM, mereka kehilangan keluarga dan harta benda. Bencana alam ini telah membuat eskalasi konflik bersenjata TNI/Polri dengan GAM menurun. Pemerintah pun mengambil sikap cepat dan langsung berunding dengan pimpinan GAM di Finlandia agar bisa menyelesaikan konflik berkepanjangan ini. Tsunami diharapkan bisa menjadi momentum perdamaian.
Setelah beberapa kali pertemuan dan sempat deadlock, akhirnya RI dan GAM sepakat untuk mengakhiri dan menyelesaikan konflik Aceh dengan cara damai dan bermartabat. Kesadaran dari dua belah pihak bahwa kedamaian di Aceh adalah syarat mutlak untuk membantu proses recovery yang sedang dibangun pasca-Tsunami. Hari bersejarah pun tiba, pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, ditanda tangani perjanjian/MoU (Memorandum of Understanding) antara pihak RI dengan pihak GAM. Perjanjian ini dikenal dengan nama Perjanjian Helsinki.
Kalimat pembuka MoU Helsinki pun sangat kuat, "The Government of Indonesia (GOI) and the Free Aceh Movement (GAM) confirm their commitment to a peaceful, comprehensive and sustainable solution to the conflic in Aceh with dignity for All."
Akhirnya konflik berdarah puluhan tahun terselesaikan juga, dan semua ini bisa terjadi karena adanya Tsunami yang menghancurkan Aceh. Bukankah ini bukti bahwa suatu krisis, bahkan yang teramat mengerikan, bisa memberikan suatu dampak yang sangat besar juga? Konflik selama 30 tahun terselesaikan dan rakyat Aceh hidup dalam kedamaian hingga saat ini.
Contoh kedua mari kita terbang ke negeri Paman Sam, tentang terpilihnya Barack Obama menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) ke-44. Banyak kalangan menilai, kalau saja tidak ada krisis keuangan yang sangat hebat di AS, maka Barack Obama tidak akan mungkin menjadi Presiden AS. Faktor-faktor seperti kulit hitam, dan bukan dari golongan bangsawan atau pengusaha kelas kakap menjadikan Obama dipandang sebelah mata untuk menjadi seorang Presiden negara adidaya tersebut.
Kalau kita flashback, krisis keuangan hebat yang terjadi di AS muncul pada tahun 2007, saat terjadinya krisis Sub-prime Mortgage. Untuk memahami apa itu Mortgage, anggap saja seeprti KPR (Kredit Kepemilikan Rumah). Pada saat itu krisis terjadi karena banyaknya orang yang tidak bisa membayar mortgage tersebut, dan ini bukan hanya 1 atau 2 orang saja, tapi ribuan.
Selain itu, kebijakan Presiden Bush yang sangat hobi perang dan menghabiskan miliaran dolar untuk biaya perang di Irak, Afghanistan, dan berbaghai negara teluk lainnya dianggap sebagai kebijakan "sampah" yang tidak menghasilkan apa pun selain kebencian, permusuhan, dan juga banyak memakan korban dari pihak tentara Amerika Serikat.
Rakyat yang sudah merasa bahwa Partai Republik yang berkuasa saat itu sudah gagal. Jadi, satu-satunya cara adalah mengganti pemerintahan dengan Partai Demokrat, siapa pun calon presidennya. Akhirnya Obama yang dari Partai Demokrat berhasil memanfaatkan momentum dan dan terpilih menjadi Presiden Amerikat. Ini menjadi bukti bahwa di balik suatu krisis keuangan yang sangat hebat, ternyata ada suatu peluang besar juga bagi Obama untuk menjadi Presiden Amerika Serikat.
Dari kedua contoh di atas sangat jelas bahwa ada peluang di balik krisis bagi orang-orang yang tetap optimis dan berpikiran positif. Krisis bisa terjadi di mana saja dan dalam bentuk apa pun, dan bukan hanya bentuk seperti krisis moneter atau krisis Tsunami. Bagi anak SMA, krisis bisa terjadi mungkin di saat menghadapi ujian akhir. Bagi anak kuliahan, krisis mungkin bisa terjadi di saat IPK turun atau saat putus dari pacar.
Bagi orang yang bekerja, krisis mungkin bisa terjadi di saat menghadapi pemecatan. Bagi pasangan suami istri, krisis mungkin terjadi sewaktu berada di ambang perceraian. Bagi tukang becak pun ada krisis, yang mungkin bisa terjadi di saat rebutan penumpang dengan tukang becak lainnya. Intinya, crisis is every where! Karena ya normal saja, namanya juga hidup. C'est la vie!
Semua dari kita pasti pernah mengalami krisis, termasuk diri saya. Hidup saya adalah rangkaian dari satu krisis menuju krisis lainnya. Terakhir kali krisis adalah saat pertama kali tiba di Qatar. Saat datang ke kampus saya langsung shock! Ada seorang staf yang agak galak mengatakan bahwa dalam 6 bulan setelah kedatangan, saya harus lolos tes Bahasa Arab (seperti TOEFL atau IELTS) dengan nilai minimal kelulusan 80%. Kalau tidak lulus, maka beasiswa akan dicabut dan saya segera dipulangkan ke Indonesia.
Krisis pun terjadi! Sempat stres juga, bagaimana mungkin dalam 6 bulan saya menguasai Bahasa Arab dan lolos tes minimum 80%? Tapi perlahan saya tercerahkan bahwa ini suatu peluang besar untuk mempelajari lebih dalam Bahasa Arab, maka akan menjadi added value yang tak ternilai karena itu adalah bahasa Al-Qur'an dan saya juga bisa berkomunikasi dengan dunia Arab di masa depan nanti.
Akhirnya saya belajar dengan tekun (kepepet keadaan), terus berpikir positif pasti mampu lolos, dan Alhamdulillah saya bisa melewati tes tersebut, dan yang paling penting, beasiswa tidak dicabut dan tidak dipulangkan ke Indonesia.
Dari berbagai kisah yang saya ceritakan di atas, kesimpulan yang bisa diambil adalah bahwa sebenarnya semua masalah atau krisis yang terjadi itu sama, dan bisa terjadi kepada setiap orang. Namun yang membedakan adalah bagaimana cara pandang kita terhadap krisis itu dan bagaimana sikap terbaik kita menghadapinya. Serta selalu yakin dan percaya bahwa pasti ada suatu hikmah yang besar dari setiap terjadinya krisis.
Pada akhirnya, tulisan ini saya tutup dengan mengutip Al-Qur'an Surat Al-Insyirah ayat 5 dan 6 yang berbunyi: "Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan."
Ini adalah salah satu ayat favorit saya karena sangat powerful, selalu mendorong kita agar berpikir positif kepada Sang Pencipta, memahami bahwa akan ada kemudahan setelah kesulitan, dan yang paling penting adalah yakin bahwa akan ada peluang di balik krisis. Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa kemudahan akan datang setelah kesulitan. Berarti kalau dianalisis, kesulitan adalah sumber kemudahan.
Jadi, saat kita mengalami masa krisis dan kesulitan, kita harus yakin bahwa tidak lama lagi kemudahan dan kebahagiaan akan datang, asalkan tetap optimis dan berpikir positif. Jadi, apakah kita masih berpikir bahwa krisis, apa pun bentuknnya, adalah suatu yang menakutkan?
Assad, Muhammad. 2011. Notes From Qatar Limited Edition. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
KOMENTAR