Berbagai metode pengalokasian harga perolehan aktiva dapat digunakan oleh perusahaan.
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay |
Beberapa Metode Penyusutan - Berbagai metode pengalokasian harga perolehan aktiva dapat digunakan oleh perusahaan. Berdasarkan pertimbangan dari pihak manajemen perusahaan sendiri. Metode apa pun yang dipilih oleh perusahaan harus dapat diterapkan secara konsisten dari periode ke periode. Metode alokasi harga perolehan harus diseleksi agar sedapat mungkin mendekati pola pemakaian aktiva yang bersangkutan.
Berdasarkan
waktu :
A.
Metode garis lurus (straight
line method)
B.
Metode pembebanan yang menurun
(dipercepat):
1)
Metode jumlah angka tahun (sum
of the years digits method)
2)
Metode saldo menurun ganda
(double declining balance methode)
Berdasarkan
penggunaan :
- Metode jam jasa (service hours method)
- Metode unit produksi (productive output method)
Dalam akuntansi, banyak terjadi pembelian aktiva tetap yang tidak
dilakukan pada awal tahun buku perusahaan, melainkan pada saat-saat tertentu
selama periode berjalan. Apabila pembelian aktiva dilakukan sebelum tanggal 15,
maka pembelian aktiva tersebut akan dianggap seolah-olah telah terjadi untuk
satu bulan penuh, dengan kata lain pembelian akan dianggap terjadi pada hari
pertama dari bulan tersebut. Dalam hal ini, perusahaan akan menghitung besarnya
penyusutan atas aktiva untuk keseluruhan bulan bersangkutan. Namun untuk
pembelian aktiva yang dilakukan pada tanggal 15 atau sesudahnya, akan dianggap
seolah-olah sebagai pembelian yang terjadi pada awal bulan berikutnya, dengan
kata lain pembelian akan dianggap terjadi pada hari pertama dari bulan
berikutnya. Dalam hal ini, perusahaan juga akan tetap menghitung besarnya penyusutan
atas aktiva untuk keseluruhan bulan, hanya saja baru akan diperhitungkan mulai
untuk bulan berikutnya. Metode penyusutan yang digunakan untuk tujuan pembukuan
dapat berbeda dengan metode yang digunakan untuk tujuan perpajakan.
Berdasarkan Waktu
Metode
alokasi harga perolehan umumnya terkait dengan berlalunya waktu, dimana aktiva
digunakan sepanjang waktu dan kemungkinan keusangan akibat perubahan teknologi
juga merupakan fungsi dari waktu. Dari metode penyusutan yang berdasarkan
faktor waktu, penyusutan garis lurus merupakan metode yang paling sering
digunakan. Sedangkan metode penyusutan yang dipercepat berdasarkan pada asumsi
bahwa akan ada penurunan yang cepat dalam efisiensi aktiva, output atau
manfaat lain pada tahun-tahun awal umur aktiva. Kebanyakan metode penyusutan yang dipercepat
menggunakan metode saldo menurun ganda.
Metode Garis Lurus
Model metode garis lurus cukup
sederhana. Metode ini menghubungkan alokasi biaya dengan berlalunya waktu dan
mengakui pembebanan periodik yang sama sepanjang umur aktiva. Asumsi yang
mendasari metode garis lurus ini adalah bahwa aktiva yang bersangkutan akan
memberikan manfaat yang sama untuk setiap periodenya sepanjang umur aktiva, dan
pembebanannya tidak dipengaruhi oleh perubahan produktifitas maupun efisiensi
aktiva. Estimasi umur ekonomis dibuat dalam periode bulanan atau tahunan.
Selisih antara harga perolehan aktiva dengan nilai residunya dibagi dengan masa
manfaat aktiva akan menghasilkan beban penyusutan periodik.
Hasil perhitungan beban penyusutan
dengan menggunakan metode garis lurus akan dianggap tepat (layak) hanya jika
asumsi-asumsi berikut ini terpenuhi, yaitu: beban perbaikan dan pemeliharaan
tetap konstan sepanjang umur aktiva, tingkat efisiensi operasi aktiva pada
periode berjalan sama baiknya dengan periode-periode sebelumnya, pendapatan
(arus kas bersih) yang bisa dicapai dengan mempergunakan aktiva tersebut
jumlahnya tetap konstan selama tahun-tahun umur aktiva, dan semua estimasi yang
diperlukan, termasuk estimasi masa manfaat diprediksi dengan tingkat kepastian
yang memadai.
Namun, karena adanya ketidakpastian
dari sebagian besar faktor tersebut diatas, maka untuk menemukan suatu metode
penyusutan yang dapat menampung berbagai faktor tersebut merupakan suatu hal
yang sulit. Oleh karena itu, metode garis lurus seringkali diasumsikan sama
akuratnya dengan metode lain. Selain itu, metode garis lurus dianggap cukup
mudah untuk dilaksanakan dan dipahami.
Dengan menggunakan metode garis lurus, besarnya beban penyusutan
periodik dapat dihitung sebagai berikut:
Rumus = Harga Perolehan – Estimasi Nilai Residu
Estimasi Masa Manfaat
Untuk mengilustrasikan penggunaan
metode garis lurus, asumsi bahwa pada awal bulan Januari 2008 dibeli sebuah
aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp.100.000.000,-. Berdasarkan
estimasi manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan memiliki umur ekonomi selama
5 tahun dengan nilai sisa sebesar Rp. 5.000.000,- pada akhir tahun kelima.
Dengan
menggunakan rumus diatas, maka besarnya beban penyusutan pertahun dapat ditentukan
sebagai berikut:
= Rp. 100.000.000 – Rp. 5.000.000
5 Tahun
= Rp.
19.000.000,- per tahun
Dari
hasil perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan masa manfaat 5 tahun,
maka berarti besarnya tarif penyusutan pertahun adalah 20% (100% : 5), sehingga
besarnya beban penyusutan pertahun menjadi 20% dari harga perolehan aktiva yang
dapat disusutkan (Rp.100.000.000 – Rp. 5.000.000 = Rp. 95.000.000), yaitu Rp.
19.000.000,-.
Tabel
yang meringkas besarnya penyusutan tahunan untuk seluruh umur aktiva tersebut
adalah sebagai berikut (dalam ribuan Rupiah) :
Akhir Tahun
|
Beban Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku akhir
|
2008
2009
2010
2011
2012
|
19.000
19.000
19.000
19.000
19.000
|
19.000
38.000
57.000
76.000
95.000
|
100.000
81.000
62.000
43.000
24.000
5.000
|
Jika
seandainya aktiva diatas dibeli dan ditempatkan pemakainya pada tanggal 14
September 2008, maka besarnya beban penyusutan untuk tahun yang berakhir 31
Desember 2008 adalah Rp. 6.333.333,- (4/12 x Rp. 19 Juta). Aktiva tetap ini
berarti akan berakhir masa manfaatnya pada akhir bukan Agustus 2013, dimana
besarnya beban penyusutan selama delapan bulan tersebut adalah Rp. 12.666.667,-
(8/12 x Rp. 19 juta). Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2009, 2010, 2011,
dan 2012 masing-masing adalah tetap sebesar Rp. 19.000.000,- (satu tahun
penuh). Besarnya nilai residu pada akhir bulan Agustus 2013 adalah tetap Rp.
5.000.000,- (sesuai estimasi manajemen).
Jika
seandainya aktiva tetap di atas dibeli dan ditempatkan pemakainnya pada tanggal
15 September 2008, maka besarnya beban penyusutan untuk tahun yang berakhir 31
Desember 2008 adalah Rp. 4.750.000,- (3/12 x Rp. 19 juta). Aktiva tetap ini
berarti akan berakhir masa manfaatnya pada akhir bulan September 2013, dimana
besarnya beban penyusutan selama sembilan bulan tersebut adalah Rp. 14.250.000,- (9/12 x Rp. 19 juta).
Besarnya beban penyusutan untuk tahun 2009, 2010, 2011, dan 2012 masing-masing
adalah tetap sebesar Rp. 19.000.000,- (satu tahun penuh). Besarnya nilai residu
pada akhir bulan September 2013 adalah tetap Rp. 5.000.000,- (sesuai estimasi
manajemen). Berdasarkan contoh-contoh di atas, terlihat jelas bahwa nilai buku
aktiva tetap pada akhir masa manfaatnya mencerminkan estimasi nilai residu.
Metode Pembebanan yang Menurun
Metode ini terdiri atas metode jumlah angka tahun dan metode saldo
menurun ganda. Beberapa kondisi yang memungkinkan penggunaan metode beban
menurun adalah sebagai berikut: kontribusi jasa tahunan yang menurun, efisiensi
operasi atau prestasi operasi yang menurun, terjadi kenaikan beban perbaikan
dan pemeliharaan, turunnya aliran masuk kas atau pendapatan, dan adanya
ketidakpastian mengenai besarnya pendapatan dalam tahun-tahun belakangan.
1)
Metode Jumlah Angka
Tahun
Metode ini menghasilkan beban
penyusutan yang menurun dalam setiap tahun berikutnya. Perhitungannya dilakukan
dengan mengalikan suatu seri pecahan ke nilai perolehan aktiva yang dapat
disusutkan. Besarnya nilai perolehan aktiva yang dapat disusutkan adalah
selisih antara harga perolehan aktiva dengan estimasi nilai residunya. Pecahan
yang dimaksud didasarkan pada masa manfaat aktiva bersangkutan. Unsure
pembilang dari pecahan ini merupakan angka tahun yang diurutkan secara
berlawanan (dengan kata lain mencerminkan banyaknya tahun dari umur ekonomis
yang masih tersisa pada awal tahun bersangkutan), sedangkan unsure penyebut
dari pecahan diperoleh dengan cara menjumlahkan seluruh angka tahun dari umur
ekonomis aktiva atau dapat juga dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut (variable n yang dimaksud dalam rumus ini adalah lamanya estimasi masa
manfaat aktiva) :
n
(n + 1)
2
Dalam
metode jumlah angka tahun ini, sesungguhnya tidak ada pemikiran konseptual yang
luar biasa, yang ada hanyalah skema ilmu hitung yang membuat besarnya beban
penyusutan periodik menurun dari satu periode ke periode berikutnya dan seluruh
nilai perolehan aktiva yang dapat disusutkan dialokasikan sepanjang umur
aktiva.
Sebagai
contoh, asumsi bahwa pada awal bulan Januari 2008 dibeli sebuah aktiva tetap
dengan harga perolehan sebesar Rp. 100.000.000,-. Berdasarkan estimasi
manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan memiliki umur ekonomis selama 5 tahun
dengan nilai sisa sebesar Rp. 5.000.000,- pada akhir tahun kelima. Dengan
menggunakan contoh ini, besarnya unsure penyebut dari pecahan akan menjadi 15,
yang diperoleh dari hasil =1+2+3+4+5, atau [5(5+1)]:2. sedangkan besarnya
unsure pembilang dari pecahan akan menurun setiap tahunnya, masing-masing
selisih 1. untuk aktiva tetap yang memiliki umur ekonomis 5 tahun, maka
besarnya unsure pembilang pada tahun pertama adalah 5, sedangkan pada tahun
kedua adalah 4, dan seterusnya.
Dengan
menggunakan metode jumlah angka tahun, besarnya penyusutan tahunan akan
dihitung sebagai berikut (dalam ribuan rupiah):
Akhir Tahun
|
Beban Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku akhir
|
2008
2009
2010
2011
2012
|
5/15 x (100.000 - 5.000) = 31.667
4/15 x (100.000 - 5.000) = 25.333
3/15 x (100.000 - 5.000) = 19.000
2/15 x (100.000 - 5.000) = 12.667
1/15 x (100.000 - 5.000) =
6.333
|
31.667
57.000
76.000
88.667
95.000
|
100.000
81.000
62.000
43.000
24.000
5.000
|
Ketika aktiva tetap dibeli dan
ditempatkan pemakainya bukan pada awal tahun, maka besarnya masing-masing
penyusutan untuk satu tahun penuh di atas harus dialokasikan diantara dua tahun
yang memperoleh manfaat. Sebagai contoh, asumsi bahwa aktiva tetap di atas
dibeli dan ditempatkan pemakaiannya pada awal bulan Agustus 2008. besarnya
beban penyusutan untuk tahun 2008 akan menjadi 5/12 x 5/15 (
Rp.100.000.000-Rp.5.000.000) = Rp. 13.194.445,-.
Besarnya
beban penyusutan untuk tahun 2009 akan menjadi:
7/12 x
5/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 18.472.222,-
5/12 x
4/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 10.555.556,-
Rp. 29.027.778,-
Besarnya
beban penyusutan untuk tahun 2010 akan menjadi:
7/12 x
4/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.14.777.778,-
5/12 x
3/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.
7.916.667,-
Rp. 22.694.445,-
Besarnya
beban penyusutan untuk tahun 2011 akan menjadi:
7/12 x 3/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp.
11.083.333,-
5/12 x 2/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 5.277.778,-
Rp. 16.361.111,-
Besarnya
beban penyusutan untuk tahun 2012 akan menjadi:
7/12 x 2/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 7.388.889,-
5/12 x 1/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 2.638.889,-
Rp. 10.027.778,-
Besarnya
beban penyusutan untuk tahun 2013 akan menjadi:
7/12 x
5/15 x (Rp.100.000.000 – Rp.5.000.000) = Rp. 3.694.444,-
Metode ini menghasilkan suatu beban penyusutan periodik yang menurun
selama estimasi umur ekonomis aktiva. Jadi, metode ini pada hakikatnya sama
dengan metode jumlah angka tahun dimana besarnya beban penyusutan akan menurun
setiap tahunnya. Beban penyusutan periodik dihitung dengan cara mengalikan
suatu tarif persentase (konstan) ke nilai buku aktiva yang kian menurun.
Besarnya tarif penyusutan yang umum dipakai adalah dua kali tarif penyusutan
garis lurus, sehingga dinamakan sebagai metode saldo menurun ganda. Aktiva
tetap dengan estimasi masa manfaat 5 tahun akan memiliki tarif penyusutan
garis lurus 20% dan tarif penyusutan saldo menurun ganda 40%, sedangkan aktiva
tetap dengan estimasi masa manfaat 10 tahun akan memiliki tarif penyusutan
garis lurus 10% dan tarif penyusutan saldo menurun ganda 20%, dan seterusnya.
Dengan metode saldo menurun ganda, besarnya estimasi nilai residu
tidak digunakan dalam perhitungan, dan penyusutan tidak akan dilanjutkan
apabila nilai buku aktiva telah sama atau mendekati estimasi nilai residunya.
Besarnya penyusutan untuk tahun terakhir dari umur ekonomis aktiva harus
disesuaikan agar supaya nilai buku di akhir masa manfaat aktiva tetap tersebut
mencerminkan besarnya estimasi nilai residu.
Sebagai contoh, asumsi bahwa pada awal bulan Januari 2008 dibeli
sebuah aktiva tetap dengan harga perolehan sebesar Rp. 100.000.000,-.
Berdasarkan estimasi manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan memiliki umur
ekonomis selama 5 tahun dengan nilai sisa sebesar Rp. 5.000.000,- pada akhir
tahun kelima. Dengan menggunakan contoh tersebut, dan apabila metode saldo
menurun ganda (double declining balance method) diterapkan, maka
besarnya penyusutan tahunan akan dihitung sebagai berikut (dalam ribuan
Rupiah):
Akhir Tahun
|
Beban Penyusutan
|
Akumulasi Penyusutan
|
Nilai Buku akhir
|
2008
2009
2010
2011
2012
|
100.000 x 40%
= 40.000
60.000 x
40% = 24.000
36.000 x
40% = 14.400
21.600 x 40% = 8.640
95.000 – 87.040
= 7.960
|
40.000
64.000
78.400
87.040
95.000
|
100.000
60.000
36.000
21.600
12.960
5.000
|
Perhatikanlah bahwa besarnya beban
penyusutan tiap tahun (kecuali diakhir masa manfaatnya) diperoleh dengan tanpa
memperhitungkan nilai residu. Nilai buku pada awal tahun pertama adalah sebesar
harga perolehannya. Besarnya beban penyusutan untuk tahun pertama pemakaian
diperoleh dengan cara mengalikan harga perolehan aktiva ke suatu tarif
persentase konstan (40%). Besarnya akumulasi penyusutan pada akhir tahun
pertama (akhir tahun 2008) adalah sebesar beban penyusutan untuk pemakaian
tahun 2008, yaitu Rp.40.000.000,-. Nilai buku pada akhir tahun 2008 (Rp.100
juta – Rp.4o juta = Rp.60 juta) akan merupakan nilai buku bagi awal tahun 2009,
yang kemudian nilai buku ini akan dikalikan dengan 40% untuk menghitung
besarnya beban penyusutan tahun 2009. besarnya akumulasi penyusutan pada akhir
tahun 2009 diperoleh dengan cara menjumlahkan besarnya akumulasi penyusutan
pada akhir tahun 2008 (awal tahun 2009) dengan besarnya beban penyusutan untuk
pemakaian tahun 2009, dan seterusnya.
Yang perlu mendapat perhatian khusus
disini adalah pada waktu menghitung besarnya beban penyusutan untuk pemakaian
tahun 2012, yang dimana merupakan tahun terakhir dari estimasi umur ekonomis.
Besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2012 tidaklah dihitung melalui
hasil perkalian antara nilai buku pada akhir tahun 2011 (Rp.12.960.000) dengan
tariff 40%. Ingat sekali lagi, bahwa besarnya beban penyusutan untuk tahun
terakhir dari umur ekonomis aktiva harus disesuaikan agar supaya nilai buku
diakhir masa manfaatnya tersebut mencerminkan estimasi nilai residu.
Dalam contoh ini, karena besarnya
estimasi nilai residu adalah Rp.5.000.000,- dan agar supaya besarnya akumulasi
penyusutan pada akhir tahun 2012 menjadi Rp.95.000.000, maka besarnya akumulasi
penyusutan pada akhir tahun 2012 ini (Rp.95.000.000) dikurangi dengan besarnya
akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2011 (Rp.87.040.000) akan menghasilkan
besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2012 (Rp.7.960.000). besarnya
akumulasi penyusutan pada akhir tahun 2012 (Rp.95.000.000) diperoleh dari hasil
pengurangan harga perolehan (Rp.100.000.000) dengan besarnya estimasi nilai
residu yang telah ditetapkan (Rp.5.000.000). cara lain untuk menghitung
besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2012 adalah nilai buku pada akhir tahun 2011
(Rp.12.960.000) dikurangi dengan besarnya estimasi nilai residu yang telah
ditetapkan (Rp.5.000.000).
Dalam contoh di atas, diasumsikan
bahwa aktiva tetap dibeli dan ditempatkan pemakaiannya pada awal tahun (awal
Januari 2008). Hal ini sesungguhnya sangat jarang terjadi dalam praktik. Jika
seandainya aktiva dibeli dan ditempatkan penggunaannya pada awal bulan bulan
Maret 2008, maka besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2008 akan
menjadi 40% x Rp.100 juta x 10/12 = Rp. 33.333.333,-. Sedangkan besarnya beban
penyusutan untuk pemakaian tahun 2009 adalah [40% x (Rp.100.000.000-Rp.33.333.333)]
= Rp.26.666.667,-.
Berdasarkan
Penggunaan
Berdasarkan
factor penggunaan, penyusutan aktiva terutama terkait dengan output dari aktiva
yang bersangkutan atau tingkat jasa yang diberikan. Dalam hal ini, estimasi
umur ekonomis aktiva dapat dinyatakan baik dalam satuan unit produksi ataupun
jumlah jam jasa (operasional).
Metode Jam Jasa
Teori yang mendasari metode ini adalah bahwa pembelian suatu aktiva
menunjukkan pembelian sejumlah jam jasa langsung. Dalam menghitung besarnya
beban penyusutan, metode ini membutuhkan estimasi umur aktiva berupa jumlah jam
jasa yang dapat diberikan oleh aktiva bersangkutan. Harga perolehan yang dapat
disusutkan (harga perolehan dikurangi dengan estimasi nilai residu) dibagi
dengan estimasi total jam jasa, menghasilkan besarnya tarif penyusutan untuk
setiap jam pemakaian aktiva. Pemakaian aktiva sepanjang periode (jumlah jam
jasanya) dikalikan dengan tarif penyusutan tersebut akan menghasilkan besarnya
beban penyusutan periodic. Besarnya beban penyusutan ini akan berfluktuasi
setiap periodenya tergantung pada jumlah konstribusi jam jasa yang diberikan
oleh aktiva bersangkutan.
Sebagai
contoh, asumsi bahwa pada akhir bulan Maret 2008 dibeli sebuah aktiva tetap
dengan harga perolehan sebesar Rp.100.000.000,-, berdasarkan estimasi
manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan dapat beroperasi selama 25.000 jam
dengan nilai sisa sebesar Rp.5.000.000,-. Dengan menggunakan contoh tersebut,
dan apabila metode jam jasa diterapkan, maka besarnya tariff penyusutan untuk
setiap jam pemakaian aktiva adalah :
(Rp.100.000.000-Rp.5.000.000) : 25.000 jam =
Rp.3.800,- per jam.
Jika sepanjang tahun 2008, aktiva tersebut telah dipakai
selama 4.200 jam, maka besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun 2008
akan menjadi Rp.3.800/jam x 4.200jam = Rp.15.960.000,-.
Metode Unit Produksi
Metode
unit produksi didasarkan pada anggapan bahwa aktiva yang diperoleh diharapkan
dapat memberikan jasa dalam bentuk hasil unit produksi tertentu. Metode ini
memerlukan suatu estimasi mengenai total unit output yang dapat dihasilkan
aktiva. Harga perolehan yang dapat disusutkan (harga perolehan dikurangi dengan
estimasi nilai residu) dibagi dengan estimasi total output, menghasilkan
besarnya tarif penyusutan aktiva untuk setiap unit produksinya. Jumlah unit
produksi yang dihasilkan selama suatu periodic dikalikan dengan tarif
penyusutan per unit menghasilkan besarnya beban penyusutan periodic. Besarnya
beban penyusutan ini akan berfluktuasi setiap periodenya tergantung pada
kontribusi yang dibuat oleh aktiva dalam unit yang dihasilkannya.
Sebagai
contoh, asumsi bahwa pada awal bulan Maret 2008 dibei sebuah aktiva tetap
dengan harga perolehan sebesar Rp.100.000.000,-. Berdasarkan estimasi
manajemen, aktiva tetap ini diperkirakan dapat menghasilkan 25.000 unit
produksi dengan nilai sisa sebesar Rp.5.000.000,-. Dengan menggunakan contoh
tersebut, dan apabila metode unit produksi diterapkan, maka besarnya tarif
penyusutan untuk setiap unit produksi yang dihasilkan adalah :
(Rp.100.000.000-Rp.5.000.000) : 25.000 unit
= Rp.3.800,- per unit.
Jika sepanjang tahun 2008, aktiva tersebut telah
memproduksi 4.200 unit, maka besarnya beban penyusutan untuk pemakaian tahun
2008 akan menjadi Rp.3.800,-/unit x 4.200 unit = Rp.15.960.000,-.
KOMENTAR