|
PRINSIP-PRINSIP PENGENDALIAN INTERNAL |
Prinsip-Prinsip Pengendalian Internal - Untuk mengamankan aktiva dan meningkatkan keakuratan
serta keandalan catatan (informasi) akuntansi, perusahaan biasanya akan
menerapkan 5 (lima)
prinsip pengendalian internal tertentu. Tentu saja ukuran dan luasnya
pengendalian internal disesuaikan dengan besar kecilnya bisnis perusahaan,
sifat/jenis bisnis perusahaan, termasuk filosofi manajemen perusahaan.
Masing-masing prinsip pengendalian
internal akan dijelaskan sebagai berikut.
Sesungguhnya, karakteristik yang paling utama (paling
penting) dari pengendalian internal adalah penetapan tanggung jawab ke
masing-masing karyawan secara spesifik. Penetapan tanggung Jawab di sini agar
supaya masing-masing karyawan dapat bekerja sesuai dengan tugas-tugas tertentu
(secara spesifik) yang telah dipercayakan kepadanya. Pengendalian internal atas
pekerjaan tertentu akan menjadi lebih efektif jika hanya ada satu orang saja
yang bertanggung jawab atas sebuah tugas/pekerjaan tertentu tersebut.
Sebagai contoh, salah satu cara untuk mengamankan uang
kas perusahaan adalah dengan menyetor uang kas hasil kegiatan operasional
perusahaan secara harian ke bank, dan jika tidak sempat menyetornya maka uang
kas tersebut haruslah disimpan di dalam sebuah lemari (brankas) besi/baja. Dalam
hal ini, perusahaan secara spesifik harus jelas menetapkan tugas penyimpanan
uang kas ke dalam brankas hanya kepada satu orang tertentu saja, di mana hanya
orang inilah yang nantinya akan memiliki kode akses untuk membuka brankas
tempat penyimpanan uang kas tersebut. Jadi, seandainya terdapat pencurian atau
kehilangan uang kas maka perusahaan dapat dengan segera meminta
pertanggungjawaban dari satu orang tersebut, karena hanya dialah yang memiliki
kode akses untuk membuka brankas uang kas perusahaan. Namun jika tugas
penyimpanan uang kas ke dalam brankas diberikan kepada dua orang atau lebih
maka akan lebih sulit untuk menentukan siapa sesunguhnya yang harus bertanggung
jawab jika terjadi kehilangan atas uang kas tersebut.
Penetapan tanggung jawab di sini tentu saja meliputi
pemberian otorisasi untuk menyetujui (approve) atas sebuah transaksi. Sebagai
contoh dalam sebuah perusahaan dagang (merchandising business) yang meliputi
penjualan barang dagangan secara kredit, kepada para pelanggannya, maka biasanya
setiap transaksi penjualan kredit (apalagi untuk pelanggan baru) haruslah
terlebih dahulu meminta persetujuan (Credit approval) dari manajer kredit,
selaku orang yang memang benar-benar memiliki wewenang (otorisasi) untuk
memberikan kredit (granting credit) kepada si calon pembeli untuk menjamin
pengendalian internal yang baik, maka dalam kasus pemberian kredit ini
sebaiknya manajer kreditlah, bukan manajer penjualan yang memiliki wewenang
(otorisasi) untuk kelayakan kredit dari si calon pembeli.
Contoh lainnya adalah bahwa hal yang lazim bagi sebuah
perusahaan yang besar yang memiliki banyak kantor cabang untuk memberikan /
membatasi otorisasi kepada masing-masing pimpinan cabangnya dalam hal
penandatanganan cek untuk kepentingan pembayaran. Biasanya seorang pimpinan
dari kantor cabang yang besar akan memiliki batas otorisasi pengeluaran uang
yang relatif lebih besar juga dibanding dengan dari kantor cabang yang agak
kecil. Hal ini sangatlah masuk akal jika disesuaikan/ditinjau dari jumlah omset
(hasil operasional) yang dihasilkan oleh masing-masing kantor cabang. Batas
otorisasi juga akan tampak jelas atas wewenang manaier keuangan yang bekerja di
perusahaan yang besar, yang di mana biasanya manajer keuangan kantor Pusat
berhak, menandatangani pengeluaran cek untuk kepentingan pembayaran hanya
sampai pada batas tertentu jika melebihi batas wewenangnya, maka otorisasi
pengeluaran cek secara otomatis akan berada di bawah wewenang langsung direktur
keuangan, dan seterusnya sesuai dengan tingkatan atau jenjang yang lebih tinggi
yang ada dalam struktur organisasi perusahaan.
Pemisahan Tugas
Pemisahan tugas di sini maksudnya adalah pemisahan
fungsi atau pembagian kerja. Ada
2 (dua) bentuk yang paling umum dari penerapan prinsip pemisahan tugas ini,
yaitu:
- Pekerjaan yang berbeda,
seharusnya dikerjakan oleh karyawan berbeda pula.
- Harus adanya pemisahan tugas
antara karyawan yang menangani pekerjaan pencatatan aktiva dengan karyawan yang
menangani langsung aktiva secara fisik (operasional).
Sesungguhnya, rasionalisasi dari pemisahan tugas adalah
bahwa tugas/pekerjaan dari seorang karyawan seharusnya dapat memberikan dasar
yang memadai untuk mengevaluasi pekerjaan karyawan lainnya. Jadi, hasil
pekerjaan seorang karyawan dapat diperiksa silang (cross check) kebenarannya
oleh karyawan lainnya.
Ketika seorang karyawan bertanggung jawab atas seluruh
pekerjaan, biasanya potensi munculnya kesalahan maupun kecurangan akan
meningkat. Oleh semodul itu, sangatlah penting kalau pekerjaan yang berbeda
seharusnya dikerjakan oleh karyawan yang berbeda pula.
Sebagai contoh yang paling sering terjadi dan perlu
diwaspadai adalah dalam aktivitas pembelian atau pengadaan barang. Aktivitas
pembelian barang meliputi pemesanan, penerimaan, dan pembayaran. seharusnya
untuk menjamin pengendalian internal yang baik dari aktivitas pembelian, maka
masing-masing "unsur" dari Aktivitas pembelian haruslah ditangani
secara terpisah oleh masing-masing karyawan yang berbeda.
Ketika aktivitas pemesanan, penerimaan barang, dan
pembayaran ditangani oleh orang yang
berbeda maka resiko kesalahan maupun kecurangan dapat diperkecil. Bagian
penerimaan barang secara terpisah dari bagian lainya akan bertugas untuk
memeriksa (jenis barang yang dipesan, kwantitasnya, harganya, maupun
kualitasnya) apakah barang yang diterimanya telah sesuai dengan apa yang
dipesan oleh bagian pemesanan barang sesuai dengan kebutuhan perusahaan.
Demikian juga, orang yang berhak melakukan pernbayaran atas barang yang telah
dipesan oleh bagian pemesanan dan telah diterima dengan baik oleh bagian
penerimaan barang adalah orang yang memang benar-benar memiliki otorisasi dari
perusahaan untuk melakukan pembayaran atas pengadaan barang tersebut jika
bagian pemesanan/penerimaan barang juga rnerangkap pekerjaan pembayaran, maka
kemungkinan terjadinya tagihan palsu (fictitious invoices) akan muncul di sini.
Pemisahan tugas (pekerjaan yang berbeda seharusnya
dikerjakan dan perlu
diterapkan dalam aktivitas penjualan karyawan yang berbeda) juga perlu
diterapkan dalam aktivitas penjualan barang dagangan. Aktivitas penjualan
meliputi penjualan, pengiriman barang ke pelanggan, penagihan, dan penerimaan
pembayaran. Seharusnya untuk menjamin pengendalian internal yang baik dari
aktivitas penjualan, maka masing-masing "unsur" dari aktivitas
penjualan ini juga seharusnya ditangani secara terpisah oleh masing-masing
karyawan yang berbeda.
Ketika aktivitas penjualan, pengiriman barang ke
pelanggan, penagihan, dan penerimaan pembayaran ditangani oleh orang yang
berbeda maka resiko kesalahan maupun kecurangan dapat diperkecil. Bagian
penjualan secara terpisah dari bagian lainnya hanya akan bertugas untuk
melakukan transaksi penjualan. Setelah itu, bagian pengiriman barang akan
mengirim barang ke pelanggan atas dasar bukti pesanan penjualan (sales order),
lalu bagian penagihan akan menyiapkan faktur penjualan (sales invoice) setelah
membandingkan pesanan penjualan tersebut dengan laporan pengiriman barang
(shipping report). Bagian penerimaan pembayaran harus dipisahkan dari bagian
penagihan untuk menghindari penggelapan uang kas oleh bagian penerimaan
pembayaran (dalam ilmu akuntansi, bentuk kecurangan ini dikenal dengan istilah
laping). jika masing-masing "unsur" dari aktivitas penjualan ini
tidak dipisahkan, maka berbagai kemungkinan resiko yang akan muncul seiring
dengan aktivitas penjualan ini diantaranya adalah:
2.
Barang sesungguhnya tidak ada
yang terjual tetapi dibuat menjadi seolah-olah terjual dengan cara mengirimnya
ke diri sendiri, atau ke kerabat dekat kenalannya. Ini yang dinamakan sebagai
penjualan palsu (fictitious sales), yang tujuannya tidak lain adalah untuk memperbesar
komisi akhir tahun. Nantinya setelah bonus akhir tahun diterima, lalu di awal
tahun berikutnya barang tersebut akan dikembalikan dengan seolah-olah telah
terjadi retur penjualan dari pelanggan. Oleh karena itu, penghitungan bonus akan menjadi lebih
tepat jika bukan berdasarkan nilai penjualan yang telah terjadi tetapi lebih
kepada jumlah piutang yang telah berhasil ditagih (berdasarkan tingkat
kolektibilitas). Kalau bonus penjualan dihitung dengan berdasarkan nilai
penjualan, dikhawatirkan faktor kelayakak kredit dari pelanggan akan menjadi
diabaikan.
Untuk memberikan dasar yang memadai atas
pertanggungjawaban aktiva, diperlukan pemisahan tugas antara karyawan yang
menangani pekerjaan pencatatan aktiva dengan karyawan yang menangani langsung
aktiva secara fisik (operasional). Karyawan yang menangani langsung aktiva
secara fisik seharusnya tidak boleh menyelenggarakan atau memiliki akses
terhadap catatan akuntansi untuk aktiva bersangkutan. Ketika seorang karyawan
menyelenggarakan catatan aktiva, maka demi menjamin pengendalian internal yang
baik, karyawan yang berbeda harus ditunjuk secara khusus untuk menangani fisik
aktiva.
Coba pikirkan dan renungkanlah, apa yang akan terjadi
jika seorang karyawan yang memegang/menangani langsung aktiva secara fisik juga
merangkap pekerjaan pencatatan? Kemungkinan besar dapat dipastikan bahwa aktiva
perusahaan tersebut nantinya akan diselewengkan penggunaannya (bukan lagi
dimanfaatkan untuk kepentingan operasional perusahaan melainkan dipakai untuk
kepentingan/tujuan pribadi). Pemisahan tanggung jawab pencatatan dari
penyimpanan/penanganan aktiva khususnya sangat penting untuk kas, persediaan,
dan aktiva tetap.
Bagian akuntansi (pencatatan) haruslah memiliki
pemisahan tugas dengan bagian kasir. Bagian akuntansi bertanggung jawab untuk
menyelenggarakan pembukuan saldo kas, sedangkan kasir adalah bagian yang akan
bertugas untuk menangani fisik kas harian. Pemisahan tugas ini diperlukan untuk
menetapkan pertanggungjawaban atas kas. Nantinya, pekerjaan bagian akuntansi akan
saling cross check dengan bagian kasir.
Dalam aktivitas pembelian atau pengadaan barang, bagian
akuntansi (pencatatan) haruslah memiliki pemisahan tugas dengan bagian
pemesanan barang, bagian penerimaan barang, bagian penyimpanan barang (gudang),
dan bagian pembayaran. Demikian juga halnya dengan aktivitas penjualan barang
dagangan, dimana bagian akuntansi (pencatatan) harus memiliki pemisahan tugas
dengan bagian penjualan, bagian pengiriman barang, bagian penagihan, dan bagian
penerimaan pembayaran (kasir).
Dokumentasi
Dokumen memberikan bukti bahwa transaksi bisnis atau
peristiwa ekonomi telah terjadi. Deegan menumbuhkan atau memberikan tanda
tangan (atau inisial) ke dalam dokumen, orang yang bertanggung jawab atas
terjadinya sebuah transaksi atau peristiwa dapat diidentifikasi dengan mudah.
Dokumentasi atas transaksi seharusnya dibuat ketika transaksi terjadi. Dokumen
juga seharusnya bernomor urut tercetak (preprinted premimbered) dan seluruh
dokumen tersebut seharusnya dapat dipertanggungjawabkan. Dokumen yang bernomor
urut sangat membantu untuk, mencegah terjadinya pencatatan transaksi secara
berganda serta juga membantu untuk mencegah terjadinya transaksi yang tidak
dicatat. Sedangkan dokumen yang bernomor urut tercetak dilakukan untuk
menghindari terjadinya dokumen atas transaksi fiktif. Dokumen ini sebagai
sumber bukti (pendukung) transaksi seharusnya dapat dengan segera diteruskan ke
bagian/departemen akuntansi untuk menjamin pencatatan transaksi secara tepat
waktu, akurat, dan memenuhi kriteria kehandalan catatan akuntansi.
Dokumen juga sesungguhnya sangat berfungsi sebagai
penghantar informasi ke seluruh bagian organisasi. Dokumen haruslah dapat
memberikan keyakinan yang memadai bahwa seluruh aktiva telah dikendalikan
dengan pantas dan bahwa seluruh transaksi telah dicatat dengan benar. Dokumen
ini mencakup berbagai macam unsur, seperti faktur penjualan, surat permintaan pembelian, jurnal penjualan,
termasuk kartu absen, dan sebagainya.
Pengendalian Fisik, Mekanik, dan Elektronik
Penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik
sangatlah penting. Pengendalian fisik terutama terkait dengan pengamanan
aktiva. Pengendalian mekanik dan elektronik juga mengamankan aktiva. Berikut
ini adalah beberapa macam contoh dari
penggunaan pengendalian fisik, mekanik, dan elektronik:
- Uang kas dan surat-surat
berharga sebaiknya disimpan dalam safe deposite box;
-
Catatan-catatan akuntansi yang
penting juga harus disimpan dalam filling cabinet yang terkunci;
- Tidak semua atau sembarang
karyawan dapat keluar masuk gudang tempat penyimpanan persediaan barang
dagangan;
- Penggunaan kamera dan televisi
monitor;
- Adanya sistem pemadam kebakaran
atau alarm yang memadai;
- Penggunaan password system,
dan lain-lain.
Pengecekan Independen atau Verifikasi Internal
Kebanyakan sistem pengendalian internal memberikan
pengecekan independen atau verifikasi internal. Prinsip ini meliputi peninjauan
ulang, perbandingan dan pencocokan data yang telah disiapkan oleh karyawan
lainnya yang berbeda. Untuk memperoleh manfaat yang maksimum dari pengecekan
independen atau verifikasi internal, maka :
- Verifikasi seharusnya dilakukan
secara periodik/berkala atau bias juga dilakukan atas dasar dadakan;
- Verifikasi sebaiknya dilakukan
oleh orang yang independen;
- Ketidakcocokan /
ketidaksesuaian dan kekecualian seharusnya dilaporkan ke tingkatan manajemen
yang memang dapat mengambil tindakan korektif secara tepat.
Kebutuhan akan pengecekan independen meningkat
karena struktur pengendalian internal cenderung berubah setiap saat kalau tidak
terdapat mekanisme penelaahan yang sering. Pegawai mungkin akan menjadi lupa
atau dengan sengaja tidak mengikuti prosedur, atau menjadi ceroboh jika tidak
ada orang yang meninjau ulang dan mengevaluasi hasil pekerjaannya. Salah saji
baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja mungkin dapat saja terjadi
tanpa melihat kualitas dari sistem pengendalian yang selama ini telah
dijalankan. Cara yang paling murah untuk melakukan verifikasi internal adalah
dengan menerapkan pemisahan tugas seperti yang telah dibahas sebelumnya.
Dalam
perusahaan besar, pengecekan independen sering dilakukanoleh auditor internal.
Auditor internal disini adalah karyawan perusahaan yang bertugas secara terus
menerus untuk melakukan evaluasi mengenai keefisienan dan keefektifan sistem
pengendalian internal perusahaan.
Baca juga PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PENERIMAAN KAS
Sekian pembahasan tentang prinsip-prinsip pengendalian internal, semoga dapat menambah wawasan kita semua. Pada postingan berikutnya kita akan membahas tentang sistem pengendalian internal dan tujuan pengendalian internal.
Terimakasih telah berkenan untuk menshare artikel ini lewat tombol media sosial dibawah postingan ini.
KOMENTAR