Shabaahal khair! Apa kabar teman-teman? Saya baru saja selesai liburan 3 bulan di tanah air tercinta dan sekarang sudah kembali ke Doha.
Shabaahal khair! Apa kabar teman-teman? Saya baru saja selesai liburan 3 bulan di tanah air tercinta dan sekarang sudah kembali ke Doha. Agak sedih juga karena harus meninggalkan orang-orang tercinta dan saya sudah merasa nyaman dengan kehidupan Jakarta. Yet, the life must go on. There is no growth in comfort zone and there is no comfort zone in growth zone. We must leave comfort zone to grow.
Menembus Penjagaan VVIP - Alrigth! Notes From Qatar edisi Jumat ini akan bercerita tentang pengalaman menarik saya sekitar 4 bulan yang lalu sebelum balik ke Indonesia. Sebenarnya mau di tulis dari dulu, tapi ga sempet karena waktu itu menjelang final exam jadi agak terpecah konsentrasinya. Cerita ini tentang pelajaran "Never quit!" atau semangat untuk tidak pernah menyerah.
Awal ceritanya, sekitar 4 bulan yang lalu, tempat di mana saya belajar S2, Qatar Foundation (QF), mengadakan acara kelulusan (convocation/graduation) bagi para mahasiswa/i mereka. QF merupakan organisasi non-profit yang dimiliki oleh Emir (Raja) Qatar, Sheikh Hamad bin Khalifa Al Thani, dan diketuai langsung oleh Sheikha Moza bint Nasser Al Missned.
Karena QF ini punya Emir Qatar, jadi kalau soal masalah duit lancar sekali. Ibarat dalam matematika seperti rumus "angka berapa pun dibagi nol" alias tidak terbatas. Melalui QF ini juga, saya mendapatkan full scholarship dari Emir Qatar.
Visi dan misi QF adalah meningkatkan daya saing dan keunggulan Sumber Daya Manusia di Qatar dengan membangun sektor pendidikan, riset, serta memberdayakan komunitas. Demi mewujudkannya, QF mempunyai mega proyek ambisius dengan membangun kawasan pendidikan terpadu 500 hektar yang megah bernama Education City Centre (ECC).
Di dalamnya ada kampus saya dan sekitar 10 universitas top internasional juga membuka cabang di kawasan ECC, seperti Georgetown University, Carneige Mellon University, Qatar Faculty of Islamic Studies, Texas A&M University, Northwetern University, dan lain-lain. Ada juga Qatar National Convention Centre, Al Jazeera Studio, Al-Shaqab Horse Ranch, Recreation Centre, Olympic Stadium, Library & Art Centre, Sidra Hospital, dan sebagainya. Jadi ECC ini seperti negara di dalam negara.
'Kembali ke laptop', convocation yang diadakan QF layaknya acara kerajaan, sangat ketat dan tidak sembarang orang boleh masuk. Hanya mahasiswa/i yang akan diwisuda, keluarganya, para staf QF dan tamu-tamu undangan. Hal ini bisa dipahami karena banyak tamu penting yang akian datang, seperti anggota keluarga kerajaan Qatar, para Duta Besar, ulama-ulama, dan tokoh masyarakat dari kalangan akademisi, bisnis, dan lain-lain.
Dari awal saya pun sadar kemungkinan besar tidak akan bisa masuk ke acara convocation karena ga punya undangan, tapi karena penasaran ingin melihat bagaimana suasana kelulusan, akhirnya saya mantapkan untuk hadir. Yah, saya mikirnya biar ada sedikit gambaran bagaimana jalannya wisuda, karena nanti saya kan juga akan diwisuda. jadi judulnya adalah: NEKAT!
Kebetulan juga, ada teman dari Egypt yang juga berniat masuk meskipun tanpa undangan. Namanya Tamer Salem, tapi saya biasa memanggilnya jaddii (dalam Bahasa Arab artinya kakekku). Saya manggil kakek karena umurnya di atas saya, 35 tahun, dan istrinya ada 3.
Singkatnya, kami berdua sudah memantapkan niat untuk masuk meskipun tahu penjagaan cukup ketat. Dengan Bismillah kita berangkat menuju tempat berlangsungnya acara. Setelah sampai, saya langsung lihat kanan kiri, ceritanya menganalisa situasi dari celah mana kira-kira bisa masuk.
Kalau digambarkan, di gerbang acara convocation berlangsung ada 3 jalur. Jalur pertama (VVIP) khusus untuk keluarga kerajaan Qatar dan undangan-undangan khusus. Jalur kedua (VIP) untuk para undangan seperti Duta Besar negara sahabat dan tokoh-tokoh masyarakat di Qatar. Terakhir jalur ketiga untuk mahasiswa/i yang lulus beserta keluarga, dan para staff QF.
Untuk masuk jalur pertama dan kedua agak mustahil bin mustahal, karena ada beberapa bodyguard yang gede-gede udah pada nongkrong. Berarti satu-satunya jalur yang bisa dimasukkan adalah jalur ketiga. Di jalur ketiga pun ada tiga lapis pemeriksaan. Lapis pertama mengecek undangan, lapis kedua mencocokkan nama di surat undangan, dan lapis ketiga melewati metal detector. Saya dan kakek pun ikut ngantri bersama mahasiswa lain, berharap penjaganya ga ngeliat.
Ternyata kenyataan berkata lain. Di pemeriksaan pos pertama, saya dan kakek langsung dicegat penjaga keamanan dan ditanya mana undangannya. Pura-pura ga ngerti bahasa arab, saya coba tetap jalan menuju pintu masuk. Tapi langsung dicegat dan diberitahu tidak boleh masuk jika tanpa undangan. Akhirnya saya balik kanan. Percobaan pertama gagal.
Selanjutnya percobaan kedua. Di saat antrian cukup panjang dan tidak terkontrol, saya kembali ikut antri dan mencari celah agar lolos. Saat petugas lengah, saya berhasil lolos dari lapis pertama dan menuju lapis kedua, tempat mencocokkan nama di undangan sebelum metal detector. Saya berdoa agar tidak terlihat, tapi apa mau dikata, ternyata ketauan lagi. Akhirnya kembali memakai jurus yang sama, balik kanan.
Dua kali sudah gagal. Saya semakin tertantang dan memutar otak bagaimana caranya supaya bisa masuk, dan pastinya tidak mungkin melalui jalur pertama lagi karena sudah dua kali mencoba dan penjaganya sudah hafal betul dengan kepala botak saya ini. Akhirnya saya dan kakek berdiri di depan gerbang sambil melihat tamu undangan yang semakin ramai berdatangan.
Di saat sedang mengamati setiap tamu yang datang, dari kejauhan datang mobil Mercedes Benz CLK hitam mengkilat. Setelah mendekat dan pintu dibuka, terlihatlah yang turun adalah seorang ulama besar dunia, Sheikh Dr. Yusuf Al Qaradhawi. beliau turun dari mobil sendirian, tanpa ditemani pengawal seorang pun! Hanya dalam waktu sekitar 3-5 detik otak ini langsung bekerja dan, "Aha!" ide segar muncul.
Saya langsung mendatangi Sheikh Qaradhawi dna menyambutnya, seolah-olah sebagai panitia acara convocation. Kebetulan tidak ada panitia yang menyambut beliau. Dengan bermodal Bahasa Arab pas-pasan, saya menyambut beliau dan langsung menggandeng lengan kirinya. Si kakek tidak mau ketinggalan, dia langsung menggandeng lengan kanan Sheikh, sehingga seolah-olah kita termasuk rombongan beliau.
Setelah kami menggandeng beliau, barulah muncul itu para penjaga keamanan dan panitia yang menyambut Sheikh. Saya pun ikut juga disalami, mungkin dikira asistennya Sheikh Qaradhawi. Setelah itu, kami langsung digiring menuju jalur VVIP! Saya deg-degan banget pas mau lewat sana.
Saya berkata dalam hati, "Kalau sampai Sheikh Qaradhawi melepas gandengan tangan gue bisa gawat!" Tapi Alhamdulillah, beliau sangat baik hati dan tetap membiarkan saya dan kakek menggandeng lengannya. Saya pun percaya diri dengan senyum mengembang saat melewati jalur VVIP. Setelah melewati jalur VVIP, kebetulan banget ada temen yang akan diwisuda sedang membawa kamera dan langsung menjepret momen indah saya bersama Sheikh Yusuf Al-Qaradhawi. One of the best moment in my life!
Akhirnya saya bisa masuk, mengantarkan Sheikh Yusuf Al Qaradhawi ke tempat duduknya di paling depan, dan kemudian saya ke barisan belakang mencari tempat duduk yang kosong, dan mulai menikmati acara convocation yang megah.
Lesson Learnt: Never Quit!
Apa pelajaran yang bisa diambil dari pengalaman saya kali ini? Jawabannya never quit! Dua kali diusir security karena ketahuan tidak membawa undangan tidak membuat saya menjadi lemes, putus asa dan langsung pulang ke rumah. Namun terus berusaha mencari jalan lain agar tetap bisa masuk, tentunya dengan cara yang elegan. Jangan lupa juga harus berdoa kepada Allah memohon petunjuk.
Dalam setiap kondisi apa pun, yang baik ataupun yang buruk, jangan langsung cepat mengambil kesimpulan, dan akhirnya menyerah dengan keadaan. Tetaplah berpikir positif, berdoa danmencoba alternatif lain. Nabi Muhammad Saw Pun pernah menyampaikan dalam haditsnya, "Sesungguhnya Allah mencintai sikap optimis dan membenci sikap putus asa."
Ternyata benar, setelah menunggu beberapa waktu dan berpikir keras mencari jalan, akhirnya Allah Swt bukakan jalan dengan munculnya ide segar saat melihat kedatangan Sheikh Yusuf Al-Qaradhawi. Pelajaran lain yang bisa diambil adalah terkadang kita harus bertindak cepat dalam menghadapi situasi genting. Andai saja saat itu saya terlalu banyak pertimbangan dan telat 5 detik saja, mungkin kesempatan itu akan hilang. Selain itu, hilangkan segala prasangka negatif!
Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa..." (QS. Al Hujurat [49]: 12)
Coba bayangkan, jika saat itu misalkan saya berprasangka negatif, "Nanti kalo gue samperin dan ngajak ngobrol Sheikh Qaradhawi dan dia ga jawab kan malu!" Nah, hal-hal seperti ini harus dihilangkan. Karena pikiran negatif akan menghilangkan kesempatan baik yang ada di depan mata, selain tentunya sebagian berprasangka itu berdosa, seperti dalam ayat di atas. Terkadang, penghalang terbesar kesuksesan kita justru berasal dair pikiran negatif yang ada dalam diri kita sendiri.
Believe me that nothing is impossible. Syaratnya sederhana never quit! Gagal sekali, bangun lagi, gagal yang kedua kali, bangun lagi, jatuh lagi, bangun lagi, dst. Saya sudah sangat sering mengalami hal-hal yang terlihat mustahil dan hampir tidak ada harapan, namun akhirnya menjadi kenyataan. Termasuk pengalaman dalam cerita ini.
Sebagai penutup, tetaplah berjuang kawan dan jangan pernah berhenti hingga mimpi tercapai, no excuse until we reach our dreams! Sebagian besar hal penting di dunia ini diraih oleh orang-orang yang terus mencoba ketika tampak tidak ada harapan sama sekali. Fall seven times, stand up eight!
Quitter never win and winner never quit!
Assad, Muhammad. 2011. Notes From Qatar Limited Edition. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
KOMENTAR